Jakarta, Suaramerdekanews.com, 2 Februari 2024 – Masa depan pertanian Indonesia khususnya di sektor komoditas kopi saat ini sedang menghadapi permasalahan yang cukup serius, yaitu menurunnya jumlah tenaga kerja muda atau yang disebut aging farmer. Fenomena aging farmer terjadi bukan hanya di Indonesia, namun juga di berbagai belahan dunia. Berdasarkan data Sensus Pertanian Republik Indonesia, struktur tenaga kerja di sektor pertanian menunjukkan telah terjadinya pergeseran yang mengarah pada dominasi petani tua dan menurunnya proporsi tenaga kerjamuda sejak dua dasawarsa yang lalu. Badan pusat statistik (BPS) tahun 2018 menunjukkan jumlah penduduk yang bekerja disektor pertanian, kehutanan, dan perikanan terus mengalami penurunan. Dalam kurun lima tahun terakhir, jumlah pekerja di sektor pertanian turun dari 33%menjadi 29%. Penurunan pekerja di sektor pertanian ini berpotensi mempengaruhi produksi komoditas pangan nasional.

Selain fenomena aging farmer, sektor pertanian di Indonesia dihadapkan pada fakta bahwa
tingkat pendidikan sebagian besar pekerja hanya berasal dari lulusan Sekolah Dasar (SD),
bahkan tidak sedikit yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Hal ini menyebabkan sulitnya
proses transfer ilmu dan teknologi bagi para petani dikarenakan minimnya pengetahuan yang
dimiliki, sehingga proses adopsi terhadap teknologi terkini di sektor pertanian menjadi lebih
lambat. Para petani (tua) masih cenderung nyaman memakai cara-cara lama yang mereka
anggap masih sesuai dengan kondisi saat ini.
Selain itu, pekerjaan sektor pertanian dianggap merupakan pekerjaan yang dianggap sulit,
kurang menarik, membutuhkan waktu yang lama, kurang menguntungkan dan seringkali
menghadapi risiko ekonomi yang tinggi.

Hal ini kemudian didukung dengan keyakinan
generasi muda untuk mencari pekerjaan yang lebih mudah dan menguntungkan di wilayah
perkotaan. Banyak generasi muda bermigrasi ke perkotaan untuk mencari pekerjaan yang
dianggap lebih menjanjikan dan modern. Arus urbanisasi menurut hasil analisis BPS
diproyeksikan mencapai 66,6% dimana sebagian besar dari mereka adalah tenaga kerja muda.
Saat ini Indonesia sendiri sedang mengalami perubahan dari perekonomian berbasis pertanian
(on farm) di desa, menuju perekonomian berbasis kegiatan di sektor industri dan jasa di
perkotaan. Perubahan ini diyakini menjadi pemicu terjadinya urbanisasi secara pesat.

Terlepas dari berbagai permasalahan yang ada, kopi merupakan komoditas pertanian yang saat
ini sedang mengalami kenaikan permintaan (demand). Hal ini terlihat dari perkembangan pesat
yang terjadi selama 10 tahun terakhir, terutama berdasarkan adanya peningkatan jumlah
konsumsi dan berdirinya kedai kopi lokal di seluruh Indonesia. Dengan semakin meningkatnya
keinginan konsumen yang membawa sejumlah peluang bisnis yang menjanjikan, pelaku
industri kopi perlu merencanakan berbagai langkah inovatif untuk bisa meningkatkan kualitas,
produktivitas, dan keberlanjutan produksinya.

Menyadari berbagai tantangan tersebut, Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI)
bersama dengan Yayasan Edu Farmers International, dengan perannya sebagai organisasi
masyarakat yang bermitra dan bekerja sama dalam upaya untuk menarik minat pemuda ke sektor pertanian khususnya untuk kopi berkelanjutan, salah satunya yakni melalui
penyelenggaraan kegiatan diskusi kopi (DISKO) dan media gathering yang mengangkat tema
“Kopi Masa Depan: lnovasi, Tantangan, dan Kolaborasi untuk Generasi Muda”.

Acara ini tak hanya melibatkan Yayasan Edu Farmers International dan SCOPI sebagai NGO, tapi juga turut mengundang berbagai stakeholder untuk menjadi narasumber diskusi, meliputi
Kementerian Pertanian sebagai perwakilan pemerintahan, CV. Frinsa Agrolestari sebagai
perwakilan swasta yang bergerak di sektor hulu, serta Kopi TUKU atau BERAGAM sebagai
perwakilan swasta yang bergerak di sektor hilir.
Kegiatan diskusi kopi (DISKO) dan media gathering yang diadakan hari Jumat, 26 Januari
2024 dihadiri kurang lebih 9 media nasional dan 25 anggota SCOPI dan dibuka dengan kata
sambutan dari Yayasan Edu Farmers International dan SCOPI. Andanu Prasetyo, CEO &
Founder MAKA (Makna Angan Karya Andanu), Grup Perusahaan untuk Toko Kopi Tuku
(TUKU) dan Berangan Ragam Rasa (BERAGAM), menjelaskan bahwa saat ini industri kopi
sedang berada pada momen yang krusial di mana regenerasi petani muda menjadi faktor
penentu ketersediaan stok komoditas kopi di Indonesia.
“Seringkali, petani kopi dipojokkan saat kita berbicara mengenai penurunan stok kopi, namun
ini adalah tanggung jawab bersama.

Sudah saatnya kita memanusiakan para petani dan melihat
mereka sebagai individu yang memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil. Tuku
melalui anak perusahaannya, Beragam, sebagai pelaku industri kopi di hilir, peran kami adalah
memenuhi kebutuhan konsumen. Dengan menciptakan perputaran ekonomi yang kuat dimana
hasil panen dapat diserap dengan cepat. Kami berkontribusi terhadap pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi bagi petani kopi”, terang Andanu.
Tri Kusnari, perwakilan Kementerian Pertanian Republik Indonesia menjelaskan bahwa
regenerasi petani muda sangatlah penting karena petani muda lebih mudah menyerap dan
mengaplikasikan pengetahuan. Tantangan regenerasi petani muda ini adalah hal yang
diselesaikan, dan salah satu faktornya adalah kepemilikan lahan. Sebagai contoh, apabila dalam
satu keluarga petani terdapat tiga anak dan hanya memiliki satu lahan, sehingga yang hanya
bisa meneruskan satu orang saja. “Regenerasi petani kopi merupakan siklus hidup yang harus
dijalani. Yang harus dilakukan adalah simbiosis mutualisme dari para stakeholder yang terlibat.

Apapun yang dilakukan di hilir sangat bergantung dengan petani. Regenerasi sangat diperlukan
untuk ide, inovasi, dan tenaga kerja baru”
Berbagai upaya sudah dilakukan untuk bisa melakukan regenerasi petani, bukan hanya petani
kopi. Yayasan Edu Farmers International sebagai NGO yang begerak di sektor pertanian pun
memiliki program Bertani Untuk Negeri yang mengajak 98 mahasiswa untuk berkontribusi
dengan melakukan transfer knowledge dengan para petani dan pemuda di wilayah binaan.
Cahyo Adileksana, Knowledge & Research Manager Yayasan Edu Farmers International,
menambahkan bahwa, NGO akan selalu hadir untuk kopi. Selama 1 tahun sejak Februari 2023,
Yayasan Edu Farmers International bukan hanya membantu petani dan pemuda, melainkan
juga melakukan evaluasi. “Yayasan Edu Farmers International melakukan pelatihan sebagai
salah satu alternatif utama bagi petani kopi agar bisa memperbaiki kultur teknisnya. Dengan
melakukan pelatihan selama 6 bulan, terjadi diskusi dua arah dari pihak EFI dengan para petani.

Semua stakeholder yang terlibat perlu bekerja sama untuk bisa mengambil langkah konkrit
untuk dinikmati oleh para petani kopi”
Fikri Raihan, Founder & COO CV. Frinsa Agrolestari menjelaskan bagaimana agar bisa
mensukseskan kolaborasi antar stakeholder untuk memajukan sektor kopi adalah bukan hanya
dengan memberikan peralatan secara gratis kepada para petani, melainkan juga melakukan
pendampingan dari awal hingga akhir proses, serta menciptakan pasarnya.
Sesi tanya jawab dibuka dan bukan hanya pertanyaan kepada narasumber saja yang diberikan
oleh peserta yang bergabung secara online dan offline, melainkan juga menjadi sesi sharing knowledge dari para peserta yang menceritakan bagaimana kondisi yang di beberapa daerah.

Acara ditutup dengan foto dan makan malam bersama. Kami berterima kasih kepada semua
peserta yang telah hadir baik offline maupun online, serta berpartisipasi aktif dalam acara ini.
Kami berharap dapat bertemu kembali dalam acara mendatang yang lebih menginspirasi.