Jakarta – Suaramerdekanews.com, 14 Juli 2022. Apa saja investasi yang saat ini sudah Anda miliki? Saham, rumah, emas? Berarti, sudah saatnya Anda juga ikut berinvestasi oksigen demi menciptakan bumi yang lebih sejuk dan nyaman untuk dihuni.

Jatiwangi Art Factory (JAF) yang berbasis di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, menggulirkan gagasan bernama Perusahaan Hutan Tanaraya (Perhutana). Komunitas ini bermimpi membangun hutan di lahan seluas 8 hektar yang berada di tengah kawasan industri Jatiwangi. Mimpi itu bermula dari kegelisahan mereka melihat proses industrialisasi yang terjadi begitu cepat di kawasan tersebut.
Pandu Rahadian dari JAF bercerita, “Kami jadi berpikir, kita bisa melakukan apa, ya? Kami ingin mengintervensi wilayah yang ditargetkan jadi kawasan industri untuk dijadikan hutan. Kenapa hutan? Kami pikir, kayaknya seru kalau Jatiwangi yang sangat panas ini punya hutan. Hingga kemudian muncul ide Perhutana.”

Pandu mengakui bahwa program ini sangat eksperimental dan JAF tidak punya banyak pengetahuan soal hutan. Mereka tidak paham cara membangun hutan dari nol maupun tentang tanaman yang sebaiknya ditanam di sana. Karena itu, agar bisa mewujudkan mimpi tersebut, mereka menggandeng sebanyak-banyaknya pihak untuk terlibat dalam proyek itu. Dua di antaranya adalah Hutan Itu Indonesia (HII) dan Yayasan Tunas Nusa yang berbasis riset perkotaan.

“Kalau bicara soal ukuran, Perhutana memang tidak besar. Namun, sebagai gagasan, serta cara JAF melakukan pendekatan dan eksekusi, ini inisiatif yang oke,” kata Ramalis Sobandi, urban expert dari Yayasan Tunas Nusa.

Andrian Pramana, Spesialis Media dan Komunikasi HII, menyebutkan bahwa Perhutana merupakan gagasan sangat menarik dan yang pertama di dunia. “Ini merupakan investasi yang besar sekali bagi masa depan dan anak muda punya kesempatan untuk terlibat di dalamnya. Mengingat besarnya peran dan manfaat hutan dalam mencegah dampak perubahan iklim yang semakin parah, kita tentu akan sangat bangga, jika bisa ikut berinvestasi dalam proses pembuatan hutan.”

Tertarik untuk berinvestasi? Ini 5 fakta soal investasi oksigen di Perhutana yang perlu Anda ketahui:

Investasi gotong-royong
Pandu bercerita, sejak awal JAF berdiri pada 2005, mereka tidak punya dana sama sekali. Tapi, mereka ingin memperkenalkan seni kepada warga sekitar. Caranya adalah mengadakan festival seni, mengundang teman seniman dari berbagai negara. Warga pun bergotong-royong membantu agar festival berlangsung dengan lancar.

“Ada ibu yang bilang punya beras, yang lain punya singkong dan ubi. Jadilah mereka menyediakan makanan untuk festival. Sedangkan bapak-bapak bantu membuatkan panggung dari bambu milik mereka. Semangat gotong-royong inilah yang ingin terus kami hidupkan, termasuk dalam program Perhutana,” kata Pandu.

JAF ingin membeli tanah dari warga untuk membuat hutan, tapi juga tidak punya uang. Sementara harga tanah di Jatiwangi terus meningkat karena area tersebut menjadi kawasan industri. Kemudian terpikirlah oleh mereka untuk patungan. “Anda dan teman-teman pun bisa patungan untuk membeli satu kavling tanah. Kan jadi seru,” kata Andrian.

JAF menerapkan sistem penjualan properti. Mereka mengajak orang untuk membeli satu kavling seluas 4 x 4 meter seharga Rp4 juta. Ada 5.000 kavling yang tersedia bagi Anda yang ingin bergabung dalam investasi oksigen ini.

Seperti membangun rumah, hutan juga perlu dirancang dengan baik agar benih yang ditanam bisa tumbuh subur. Dalam mendesain hutan pun mereka akan melibatkan banyak orang. Desain tersebut, menurut Ramalis, akan bercerita tentang sistem tata air yang baik bagi hutan. Awalnya lahan itu berupa sawah yang bersebelahan dengan sungai, komplek perumahan, dan perkampungan, dan nantinya menjadi hutan.

“Hutan perlu didesain dengan baik. Agar menyerap sebanyak-banyaknya aspirasi dari masyarakat, kami berencana meluncurkan kompetisi desain di Hari Hutan Internasional pada Agustus nanti. Kenapa bentuknya kompetisi? Karena, melalui kompetisi, Perhutana akan mendapatkan alternatif-alternatif desain hutan terbaik,” katanya.

Berskala global
Memasarkan 5.000 kavling tanah yang tidak bisa dimiliki bukan persoalan mudah. Tantangannya adalah menyebarkan edukasi tentang kenapa memiliki hutan merupakan sesuatu yang penting. “Target pasar kami bukan hanya warga Jatiwangi, melainkan warga luar Jatiwangi yang kami ajak untuk bersama-sama menjaga wilayah hutan Jatiwangi yang akan menyumbang oksigen untuk Indonesia,” kata Pandu.

Karena itu, JAF tidak segan untuk membawa program Perhutana ini ke Kassel, Jerman, saat mereka mengikuti pagelaran seni Documenta Fifteen. Selama tiga bulan mereka akan memasarkan kavling di sana. Karena warga Jerman sudah memiliki awareness yang baik tentang pentingnya hutan, dalam waktu singkat JAF bisa menjual lebih dari 100 kavling.
“Kami juga menggandeng beberapa jaringan kami yang berada di luar negeri dan luar daerah, agar mereka ikut terlibat,” kata Pandu.

Dua sertifikat sekaligus
Layaknya berinvestasi, kalau ikut berinvestasi dalam Perhutana, Anda juga akan mendapatkan sertifikat. Bahkan, dapat dua sekaligus. Pertama, sertifikat berupa batu bata merah yang merupakan kerajinan khas Jatiwangi. Kedua, sertifikat digital berupa sertifikat NFT (Non-Fungible Token) senilai 10 tezos.

“Ketika gagasan soal Perhutana muncul, NFT sedang hype banget. Itulah kenapa kami ingin mencobanya. Sebab, orang yang berinvestasi umumnya memikirkan tentang benefit yang kemudian bisa berkembang. Dengan begitu, orang yang memikirkan dampak komersial, bisa menggunakan NFT tersebut sebagai aset. Walaupun, sejak awal kami juga menjelaskan bahwa di masa mendatang NFT ini belum tentu akan punya nilai lebih tinggi,” kata Pandu.

Ia menambahkan, meski punya sertifikat, investor tidak memiliki hak atas tanah tersebut. Tanah yang dibeli akan ditanami, tapi Anda tidak punya hak untuk mengelola. Dan, setiap orang hanya diperkenankan membeli satu kavling saja. Kepemilikan terbatas akan mendorong semakin banyak orang untuk berkontribusi dalam Perhutana. Jika tertarik untuk membeli, Anda bisa langsung mengakses www.perhutana.id. Semangat kolektif ini penting, agar kian banyak orang teredukasi untuk melindungi alam sekitar.

Duplikasi investasi
Bagi sebagian orang, hutan seluas 8 hektar mungkin terasa kecil. Tetapi, tujuan besarnya, menurut Pandu, adalah untuk menularkan ide seperti ini, sehingga bisa diduplikasi di banyak wilayah dan komunitas.

“Kami berharap akan ada banyak hutan seluas delapan hektar lain di tempat berbeda, terutama di perkotaan yang lahannya sempit. Sebenarnya, ketika bicara soal program Perhutana, kami tidak bicara soal Jatiwangi saja, melainkan ke skala global. Ide ini sebenarnya juga diadopsi oleh beberapa jaringan kami di berbagai negara.”

Ramalis menjelaskan, ia sempat mencari tahu soal hutan berskala kecil seperti Perhutana ini. Dan, ternyata ada. Yang menggagas adalah Profesor Akira Miyawaki. “Metodenya adalah penanaman pohonnya dibuat sepadat mungkin. Dia menguraikan, membangun hutan biasanya diukur berdasarkan jarak tajuk, lebar diameter pohon. Kalau lahannya terbatas, penanaman pohonnya dibuat sangat padat dengan berbagai tanaman di satu titik.”

Investasi jangka panjang
Menciptakan hutan yang rindang dari nol memerlukan waktu tidak sebentar. Karena awalnya merupakan area sawah tadah hujan, lahan hutan Perhutana perlu dibersihkan dahulu dari sisa-sisa zat kimia yang berasal dari pupuk dan pestisida.

Ramalis menjelaskan, urbanisasi menghapus dua jenis lahan, yaitu pertanian dan konservasi. Karena itu, Perhutana harus dibangun berupa food forest. “Manusia merupakan makhluk yang mengonsumsi beragam makanan. Sehingga, membuat hutan yang isinya beragam tanaman pangan akan cocok dengan nature kita. Perhutana harus dibangun dengan produktivitas pangan yang tinggi untuk menjaga ketahanan pangan yang lebih baik daripada sawah tadah hujan, sekaligus mengembalikan kebiasaan makan kita agar tidak hanya berbasis nasi.”

Menunggu semua kavling terjual untuk kemudian melanjutkan proses, pasti memakan waktu lama. Karena itu, sama seperti proses penjualannya, proses penanaman pun dilakukan bertahap. Kavling yang sudah terjual mulai ditanami. Ketika penjualan kavling selesai, barulah lahan itu akan didaftarkan sebagai hutan adat. “Hutan itu akan dikelola oleh masyarakat setempat yang menjadikan hutan itu sebagai sumber oksigen, sumber air, dan sumber pangan,” kata Andrian.

Ramalis menambahkan, hutan adat di Jatiwangi ini berbeda dari hutan adat lain. Karena merupakan hutan yang ditumbuhkan, maka keterlibatan masyarakat sekitar bukan hanya dalam hal pemanfaatan, melainkan sejak hutan itu ditumbuhkan. Inilah kenapa inisiatif tersebut menjadi sangat penting.