Jakarta – Suaramerdekanews.com, 25 September 2024, Pancasila sebagai landasan ideologi bangsa Indonesia terus relevan dan harus diaktualisasikan dalam menghadapi tantangan zaman, khususnya oleh generasi Z.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Bung Karno (UBK), Franky Roring, S.IP., M.Si, mengatakan bahwa Pancasila tidak menghilangkan identitas individu atau kelompok manapun, tetapi justru menjadi pemersatu bagi bangsa yang beragam.

“Dengan menjadi Pancasila bukan berarti kita melepaskan identitas kita, bukan mengedepankan golongan atau kelompok kita. Orang Muslim tetep Muslim walaupun dia jadi Indonesia dengan Pancasila, orang Kristen tetap Kristen walaupun dia menerima Pancasila, orang Budha tetap Budha walaupun dia menjadi Indonesia dengan Pancasila. Jadi tidak ada satupun identitas yang harus dikorbankan dengan menerima Pancasila,” kata Franky dalam seminar bertema “Implementasi Nilai Pancasila Untuk Pembentukan Karakter Generasi Z” yang digelar di UBK, Selasa (24/9/2024).

Dalam lintasan sejarah bangsa ndonesia, Franky mengatakan Pancasila punya peran yang sangat vital dalam mempersatukan seluruh elemen bangsa dari Sabang sampai Merauke. Pancasila menjadi perekat yang mempersatukan di tengah pluralitas Nusantara nan amat kompleks.

“Orang Jawa, orang Maluku, orang Sumatra adalah entitas yang berdaulat sebelum Belanda datang. Mereka adalah tuan atas tanahnya sendiri. Jadi ketika dia menjadi bangsa, apa artinya? Bagaimana menyatukan bangsa kita yang beragam ini tanpa harus menyergamkannya? Cuma satu, apa itu? Pancasila,” katanya.

Gambaran ini, menurutnya, mencerminkan nasionalisme Indonesia yang unik, yang lahir dari konsensus kesadaran untuk bersatu meski berasal dari latar belakang yang berbeda.

Dia menambahkan bahwa Bung Karno sekali Waktu pernah berkata bahwa nasionalisme Indonesia berbeda dengan yang lain. Karena tidak semua bangsa yang ada di Indonesia ini dipersatukan oleh penjajahan dan kesamaan nasib. Ada beberapa daerah yang tidak dijajah Belanda terutama di wilayah timur tapi mau bergabung dengan Indonesia.

“Itu luar biasa. Sebuah konsensus. Kalau ditanya kenapa mau bergabung walaupun berbeda. Karena kesadaran dan kehendak untuk bersatu. Jadi tidak ada satupun yang harus dikorbankan ketika menjadi Indonesia.”

Ia juga menyoroti pentingnya memahami bahwa Pancasila bukanlah tandingan moral atau agama. Alih-alih, Pancasila justru merangkum cerminan nilai-nilai luhur yang telah ada di tengah masyarakat Indonesia sebelum konsep ini dicetuskan.

“Bung Karno tidak menciptakan Pancasila, tetapi merumuskan kembali nilai-nilai yang sudah ada di masyarakat,” tegasnya.

Seminar ini menjadi bagian dari upaya untuk memperkuat posisi Pancasila sebagai pilar utama dalam membangun karakter bangsa, khususnya bagi generasi muda, agar tetap kokoh dalam menghadapi tantangan global dan tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa.