Jakarta, Suaramerdekanews.com, 8 Januari 2023, Vihara Dharma Jaya Toasebio kembali menggelar acara talkshow sekaligus pelantikan para pengurus Vihara yang berlokasi di jalan kemenangan III glodok Jakarta Barat bertema Kongkow Budaya yang berisi rangkuman kisah sejarah berdirinya Vihara yang telah resmi dijadikan prasasti Sejarah oleh Kementerian Agama 12 Mei lalu
Kelenteng Toasebio sudah berdiri sejak dibangun kembali pada 1751 dan saat ini sudah berusia 271 tahun.
Pada kesempatan itu, Wibowo Prasetyo menyampaikan apresiasi atas upaya Yayasan Vihara Dharma Jaya Toasebio membangun prasasti sebagai wujud bakti kepada para pendahulu.
Serta sebagai edukasi kepada generasi penerus saat ini untuk dapat mengingat jasa dan budi baik yang dilakukan oleh para sesepuh pada masa sebelumnya, sekaligus memberikan penghormatan kepada para pendiri yayasan atas dedikasinya selama ini.Vihara ini didirikan sembilan orang, yakni Ferdinand Kencana Jaya, Husin Buntara Sjarifudin, Husen Buntara Sjarifudin, Agustinawati, Rachman Santosa, Lauw Kiong Hoa, Wong Sem Fie, Harjanto, dan Mujadin Pangestu.
“Penghormatan yang tinggi kepada sembilan pendiri pada tahun 1983 secara bersama-sama mendirikan Yayasan Wihara Dharma Jaya Toasebio yang berkembang hingga saat ini,” kata Wibowo.
Lebih jauh Wibowo mengatakan prasasti ini juga akan menjadi sarana mengingatkan pentingnya peduli dan mengerti sejarah, catatan yang akan diwariskan kepada generasi mendatang.
“Generasi sebelumnya membangun jalan yang akan dilalui oleh generasi yang akan datang,” tutur Wibowo mengutip pepatah bijak.
Sedangkan, Ketua Yayasan Dharma Jaya Toasebio Arifin Tanzil dalam sambutannya menjelaskan tentang sejarah berdirinya yayasan hingga manfaatnya bagi umat Budha.Dia juga menyampaikan sejarah ketika kakeknya menghibahkan sebidang tanah kepada yayasan di Wihara Dharma Jaya Toasebio.
“Saat ini tanah yang dihibahkan telah menjadi sepenuhnya milik yayasan Wihara Dharma Jaya Tosebio,” kata Arifin.
Kelenteng ini dibangun lagi mulai tahun 1751 dan pada tahun 1754 difungsikan sebagai tempat ibadah orang Tionghoa di Batavia. Kelenteng ini sempat dihanguskan pemerintah Hindia Belanda karena berkaitan dengan oknum yang terlibat dalam tragedi Kali Angke dan Geger Pecinan.
Dalam rangka memperjelas sejarah maka dibuatlah prasasti sejarah kelenteng, agar diketahui masyarakat dan wisatawan mancanegara.
Kevin Wu, Ketua Dharmapala Forum Aktivis Buddha bersatu (FABB) yang hadir pada kesempatan itu mengajak para pemuda untuk bangkit dan turut berperan aktif membangun semangat persaudaraan dan persatuan serta menjaga keberagaman.
Comments are closed for this post.