Jakarta, Suaramerdekanews.com,
9 November 2021,
Enam perempuan pelestari hutan dari kalimantan hadir di Manggala Wanabakti pada sesi interaktif talkshow dalam rangkaian acara COP-26 UNFCCC Glasgow-UK.

Mereka adalah Ibu Katarina Andriani & Lidwina Rema generasi muda pengrajin tenun ikat Sintang, Ibu Japtiah pengrajin Rotan dari Ketapang, Ibu Rohmini petani madu Kelulut bersama Ibu Fera pengelola Hutan Jurung Tiga Kotawaringin Barat, dan Ibu Jumah kepala desa Batu Lepoq Kutai Timur. Keenam perempuan ini memanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dari hutan di APL yang tersisa di daerahnya sebagai produk yang memiliki potensi ekonomi, yang sangat bermanfaat untuk mendukung peningkatan kesejahteraan keluarga dan masyarakat sekitar hutan.

Keterlibatan perempuan dalam pemanfaatan HHBK bukan saja dapat berkontribusi bagi peningkatan ekonomi keluarga tapi juga akan berkontribusi positif bagi perlindungan hutan itu sendiri. Kita tahu bahwa perempuan itu sangat erat kaitannya dengan pendidikan dan pengembangan anak.

Melalui pelibatan perempuan dalam menjaga hutan, nilai-nilai untuk memanfaatkan hutan secara bijak dan perlindungan hutan dapat diturunkan kepada generasi selanjutnya, yang akan menumbuhkan harapan terhadap kelestarian hutan kita sebagai sumber kehidupan. Katarina Andriani penenun dari Ensaid Panjang mengeluhkan semakin sulitnya mencari tanaman pewarna alami untuk membuat tenun, dengan pendampingan dari KalFor sudah dibuatkan lokasi pembibitan tanaman pewarna alami. Rohmini petani madu kelulut dari Kotawaringin Barat, berharap supaya kita dan pemerintah daerah bisa mempertahankan hutan untuk kita lestarikan dan bisa kita manfaatkan, kita kelola semaksimal mungkin, dan yang paling dekat dengan masyarakat adalah hutan di APL.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) bekerjasama dengan UNDP dan pendanaan dari GEF melaksanakan kegiatan penguatan perencanaan pengelolaan hutan di Kalimantan terutama hutan di APL untuk menjaga keseimbangan lingkungan melalui proyek “Strengthening Forest Area Planning and Management in Kalimantan” atau KalFor Project.

Pada lokus proyek kalfor di empat Kabupaten yaitu Sintang, Ketapang, Kotawaringin Barat dan Kutai Timur banyak ditemukan berbagai HHBK yang telah dimanfaatkan masyarakat, antara lain: Pewarna alam untuk pembuatan tenun ikat, budidaya madu kelulut (madu trigona), pengolahan rotan untuk berbagai kerajinan rumah tangga, pemanfaatan jenis-jenis tanaman obat dan HHBK lain seperti gula aren, asam kandis, jengkol dll.

Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Belinda A. Margono PH.d dalam sambutannya menyampaikan bahwa penatagunaan hutan di APL perlu didorong kepada Pemerintah Daerah.

Areal bukan Kawasan hutan yang secara penatagunaan ruangnya diperuntukkan untuk produksi, tetap diperlukan areal-areal berhutan untuk kepentingan perlindungan tata air, perlindungan keanekaragaman hayati, perlindungan iklim mikro serta estetika untuk kenyamanan hidup yang seimbang.

Dengan terencananya pemeliharaan hutan di APL yang baik, maka dapat menjadi buffer terhadap pemantapan Kawasan hutan dan sekaligus mendorong upaya pemda dan masyarakat untuk turut serta dalam menurunkan laju deforestasi.

Kita lihat bagaimana masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dapat menghasilkan pewarna alam, madu, immune booster, rotan dari hutan, tentu itu semua tidak akan diperoleh jika hutannya rusak dan tidak terjaga, kita harus mengangkat bahwa itulah guna hutan yang harus kita jaga karena banyak produk dan kepentingan yang bisa dihasilkan termasuk untuk hutan yang ada di luar kawasan hutan.

Ery Mulyadi, Focal Point KalFor untuk Kutai Timur berpendapat bahwa masyarakat di tingkat tapak tentunya membantu pemerintah derah dalam pengelolaan hutan di luar kawasan, terkait gender dalam rangka pengelolaan hutan khususnya di kabupaten Kutai Timur sudah cukup baik, harapannya bisa bersinergi sesuai dengan kebijakan pemerintah kabupaten dalam menjalankan misi pembangunan, ibu-ibu bisa berkarya untuk ikut andil dalam penyelamatan hutan di daerahnya masing-masing.

Upaya perempuan – perempuan pemanfaat hasil hutan ini perlu didukung dengan penguatan kapasitas, mekanisme insentif yang inovatif dan juga peraturan/kebijakan yang melindunginya untuk memanfaatkan hutan tersebut. Untuk itu perlu kerjasama semua pihak baik pemerintah daerah, pemerintah pusat, mitra pembanguan, sektor swasta, sehingga upaya perempuan-perempuan hebat ini dapat terus berjalan.